Pertanyaan
Alhamdulillah.
Sebab-sebab pendukung untuk
dapat menjalankan qiyamul lail itu banyak di antaranya adalah:
1.Ikhlas karena Allah Ta’ala,
sebagaimana Allah perintahkan ikhlas dalam beramal hanya untuk-Nya, tidak
kepada selain-Nya,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Semakin kuat keikhlasan seorang hamba,
maka semakin besar kemungkinan dia mendapatkan taufiq untuk melakukan
kataatan dan ibadah (kepada Allah).
Dalam hadits Ubay bin Ka’b radhiallahu anhu
sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
بشر هذه الأمة بالسناء والدين والرفعة والنصر والتمكين في الأرض
، فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة من نصيب (رواه أحمد صحيح
الجامع 2825)
“Berikan kabar gembira pada umat ini dengan kemuliaan, agama,
ketinggian, kemenangan dan kekuasaan di bumi. Barangsiapa di antara mereka
beramal dengan amalan akhirat untuk (mendapatkan bagian) di dunia, maka dia
tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Ahmad dalam Shahih Al-Jaami)
Mutharif bin Abdullah bin As-Syuhair berkata,
“Kebaikan amalan tergantung dengan kebaikan hati. Dan
kebaikan hati tergantung dengan kebaikan niatan.”
Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata,
“Sesuai dengan kadar niat ditambah semangat kuat dan
keinginan seorang hamba, maka akan mendapatkan taufiq dan bantuan Allah
Ta’ala. Bantuan dari Allah diturunkan kepada seorang hamba sesuai kadar
semangat kuat, niat, rasa pengharapan dan ketakutan, sebaliknya kegagalan
juga terkait dengan kadar niatnya. Karenanya, para ulama salaf yang mulia
sangat berusaha menyembunyikan ketaatannya, seperti qiyamul lail. Seseorang
bertanya kepada Tamim bin Aus Ad-Dary radhiallahu anhu, dengan menanyakan
kepadanya, “Bagaimana shalat malam anda?” Kemudian beliau sangat marah
sekali dan mengatakan, “Demi Allah, satu rakaat yang saya tunaikan di tengah
malam dalam kondisi tersembunyi lebih saya cintai dibandingkan dengan saya
menunaikan shalat seluruh malam kemudian saya ceritakan kepada orang.”
Biasanya Ayyub As-Sikhtiyani menunaikan (shalat) seluruh malam. Ketika
mendekati fajar, beliau kembali berbaring di atas ranjangnya. Ketika Shubuh
telah terbit, beliau mengeraskan suaranya seakan baru bangun pada saat itu.
2.Orang yang ingin melakukan
qiyamullail hendaknya merasakan bahwa Allah Ta’ala yang mengajaknya untuk
qiyam. Kalau seorang hamba merasa bahwa Tuannya mengajak untuk melakukan
itu, padahal Dia tidak membutuhkan ketaatan semua orang, maka hal itu
seharusnya lebih menuntutnya untuk memenuhi keinginannya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang yang berselimut (Muhammad),
bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih
dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS.
Al-Muzammil: 1-4)
Sa’ad bin Hisyam bin Amir bertanya kepada Aisyah radhiallahu
anha, “Tolong beritahukan kepadaku tentang Qiyam Rasulullah sallallahu
alaihi wa sallam. Maka beliau mengatakan, “Apakah anda tidak membaca surat
‘Wahai orang yang berselimut (Al-Muzammil)?” Saya menjawab, “Ya.” Maka
beliau melanjutkan, “Sesungguhnya Allah Azza Wa jalla telah mewajibkan
qiyamul lail pada awal surat ini. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam
menunaikannya bersama para shahabat selama setahun. Kemudian Allah menahan
akhir (surat) selama dua belas bulan di langit. Sampai akhirnya Allah
turukan akhir surat ini untuk meringankan. Sehingga qiyamul lail sunnah
setelah diwajibkan.” (HR. Muslim)
3.Mengetahui
keutamaan qiyamul lail. Barangsiapa yang mengetahui keutamaan ibadah ini,
dia akan menjaga senantiasa bermunajat kepada Alla Ta’ala dan berdiri
menghadap kepada-Nya pada waktu itu. Di antara keutamaan ibadah ini, hadits
riwayat Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
أفضل الصلاة بعد الصلاة المكتوبة الصلاة في جوف الليل ، وأفضل
الصيام بعد شهر رمضان صيام شهر الله المحرم (رواه مسلم)
“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat di
tengah malam. Dan sebaik-baik puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan
Allah Muharrom.” (HR. Muslim)
Dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أحب الصلاة إلى الله صلاة داود ، وأحب الصيام إلى الله صيام
داود ، كان ينام نصف الليل ، ويقوم ثلثه ، وينام سدسه ، ويصوم يوماً ويفطر
يوماً (متفق عليه)
“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat Nabi
Daud, puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud. Dia tidur setengah
malamnya, lalu qiyamullail (menunaikan shalat) sepertiganya, kemudian tidur
lagi seperenamnya. Dan (beliau) puasa sehari serta berbuka sehari.”
(Muttafaq’alaihi)
Darai Amr bin Abasah radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
أقرب ما يكون الرب من العبد في جوف الليل الآخر ، فإن استطعت أن
تكون ممن يذكر الله في تلك الساعة فكن (رواه الترمذي والنسائي)
“(Waktu) terdekat seorang hamba kepada Tuhannya waktu
pertengah malam akhir. Kalau sekiranya anda dapat menjadi orang yang diingat
oleh Allah pada waktu itu, maka lakukanlah.” (HR. tirmizi dan Nasa’i)
Dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
عجب ربنا من رجلين: رجل ثار عن وطائه ولحافه من بين أهله وحبه
إلى صلاته فيقول الله جل وعلا : أيا ملائكتي انظر إلى عبدي ثار من فراشه ووطائه
من بين حبه وأهله إلى صلاته رغبة فيما عندي ، وشفقة مما عندي ” (رواه أحمد وهو
حسن ، صحيح الترغيب 258
“Tuhan kita takjud terhadap dua orang. Seorang yang
meniggalkan ranjang dan selimutnya di antara keluarga dan yang dicintainya
untuk menunaikan shalat. Allah Azza Wajallah berfirman, ‘Wahai malaikat-Ku,
lihatlah hamba-Ku yang meninggalkan ranjang dan selimut serta yang dicintai
dari keluarganya untuk menunaikan shalatnya karena berharap apa yang ada
pada diri-Ku dan takut terhadap (azab) yang ada pada diri-Ku.” (HR. Ahmad
dan hadits hasan, Shaheh At-Targhib, 258)
Qiyamullail dapat menghilangkan kelalaian hati, sebagaimana
ada dalam hadits Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu anhuma sesungguhnya
Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
من قام بعشر آيات لم يكتب من الغافلين ، ومن قام بمائة آية كتب
من القانتين ، ومن قام بألف آية كتب من المقنطرين (رواه أبوداود وابن حبان وهو
حسن ، صحيح الترغيب 635)
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat dengan membaca)
sepuluh ayat, maka tidak akan dicatat dari golongan orang-orang yang lalai.
Barangsiapa yang berdiri (membaca) seratus ayat, maka dia dicatat menjadi
orang qanitin (orang-orang yang taat). Dan barangsiapa yang berdiri
(membaca) seribu ayat, maka dicatat sebagai orang muqontorin (mendapatkan
pahala berlimpah).” (HR. Abu Daud, Ibnu Hibban hadits hasan. Shaheh
At-Targib, 635)
Yahya bin Muaz berkata,
“Obat hati itu ada lima; Membaca Al-Qur’an dengan tafakur,
kosongnya perut (puasa), qiyamullail, beribadah di akhir malam dan berteman
dengan orang saleh.”
4.Meresapi kondisi ulama salaf
dan orang shaleh dalam qiyamullail dan bagaimana konsistensi mereka dalam
hal itu. Dahulu para salaf menikmati qiyamullail, mereka sangat bergembira
sekali.
Abdullah bin Wahb berkomentar, “Semua yang dinikmati hanyalah
sekali kenikmatan saja keculai ibadah. Sesungguhnya ia mempunyai tiga
kenikmatan, ketika anda bersamanya, ketika anda mengingatnya dan ketika anda
diberi pahalanya.”
Muhammad bin Munkadir mengatakan, “Kenimatan dunia tidak
tersisa kecuali tiga, qiyamul lail, bertemu saudara dan shalat secara
berjamaah.”
Tsabit Al-Bannani mengatakan, “Aku tidak dapatkan di hatiku
yang lebih nikmat dari qiyamul lail.”
Sementara Yazid Ar-Raqqasii mengatakan, “Memperpanjang
tahajud, merupakan kesenangan para ahli ibadah. Dengan memanjangkan haus
(puasa), dapat menggembirakan hatinya ketika bertem Allah.”
Mukhalid bin Husain mengatakan, “Tidaklah saya bengun di
waktu malam kecuali saya dapatkan Ibrahim bin Adham mengingat Allah dan
shalat, sehingga saya mendapatkan bagian akan hal itu. Namun saya bersedih
dengan ayat ini, “Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada orang
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah yang memiliki keutamaan nan agung.”
Abu ‘Asyim An-Nabil berkata, ” Abu Hanifah dahulu dikenal
dengan julukan Al-Watad (pasak) karena seringnya shalat. “
Dari Al-Qasim bin Main, dia berkata, “Abu Hanifah berdiri
(menunaikan shalat malam) mengulang-ulangi dan menangis dengan (membaca)
ayat ini
( بل الساعة موعدهم والساعة أدهى وأمر)dan beliau merintih sampai datang wakut
Shubuh.”
Ibrahim
bin Syimas berkata, “Dahulu saya melihat Ahmad bin Hanbal
menghidupkan malamnya sementara beliau masih kecil.”
Abu Bakar Al-Marwadi berkata, “Dahulu saya bersama Imam Ahmad
sekitar empat bulan dalam sebuah peperangan. Dan beliau tidak pernah
meninggalkan qiyamul lail, dan (membaca) Al-Qur’an waktu siang hari. Saya
tidak tahu kapan beliau menghatamkan (Al-Qur’an) karena beliau
menyembunyikannya.”
Dahulu Imam Bukhari berdiri (menunaikan) shalat tahajud waktu
malam, maka beliau membaca antara separuh atau sepertiga Al-Qur’an. Sehingga
beliau dapat menghatamkan waktu malam pada setiap tiga malam.
Al-Allamah Abdul Hadi mengatakan ketika menceritakan qiyamnya
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, “Biasanya waktu malam beliau menyendiri dari
semua orang. Menyendiri dengan Tuhannya, meratap berdoa dan senantiasa
menjaga tilawah Al-Qur’an. Mengulang-ulang berbagai macam ibadah malam dan
siang. Ketika beliau telah menunaikan shalat, anggota tubungnya gemetar
sampai miring ke kanan dan ke kiri.”
Ibnu Rajab mengomentari gurunya Imam Ibnu Qayyim, “Biasanya
beliau sangat (menjaga) ibadah, dan sangat panjang sekali shalatnya. Saya
tidak menyaksikan (orang seperti beliau) dalam ibadah dan ilmunya dengan
Al-Qur’an, hadits dan hakekat keimanan.”
Al-Hafid Ibnu Hajar mengatakan ketika mensifati gurunya
Al-hafiz Al-Iroqi, “Saya telah bersama beliau. Saya tidak melihat beliau
meninggalkan qiyamul lail bahkan hal itu telah menjadi kebiasaannya.”
5.Tidur pada sisi kanan
Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah memberikan ajaran
kepada umatnya agar tidur pada sisi kanan. Sebagaimana diriwayatkan dalam
hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
“Jika salah seorang dari kalian hendak tidur, hendaknya
mengibas sarungnya, karena dia tidak tahu apa ada di baliknya. Kemudian
hendaknya dia berbaring pada sisi kanan, lalu berdoa dengan mengucapkan,
باسمك ربي وضعت جنبي وبك أرفعه إن أمسكت نفسي فارحمها وإن
أرسلتها فاحفظها بما تحفظ به عبادك الصالحين (متفق عليه)
“Dengan nama-Mu wahai Tuhanku, aku telah menaruh meletakkan
tubuhku dan dengan-Mu mengangkatnya. Kalau Engkau tahan jiwaku, maka
kasihanilah. Kalau Engkau lepas, maka jagalah sebagaimana Engkau menjaga
hamba-Mu yang saleh.” (Muttafaq alaih)
Dari Barra bin Azib radhiallahu anhuma sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ketika anda hendak tidur, maka
hendaklah anda berwudhu (seperti) wudhu untuk shalat. Kemudian berbaring
pada sisi kanan anda.” (Muttafaq alaih)
Dari Hafshoh radhi allahunha, dia berkata, “Biasanya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam ketika hendak berbaring di atas ranjang, beliau
menjadikan tangan kanannya di bawah pipi kanan.” (HR. Thabrani, Shahih
Al-Jami, no. 4523)
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Berbaringnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam pada sisi kanan, ada rahasianya. Yaitu bahwa
hati (jantung) berada di sisi kiri. Kalau tidur pada sisi kiri, maka akan
berat tidurnya, karena dia dalam kondisi tenang dan istirahat, sehingga
tidurnya nyenyak (berat). Kalau tidur pada sisi kanan, maka hatinya akan
gelisah sehingga tidak nyenyak tidurnya karena hatinya gelisah dan terus
meminta dan condong padanya.
6.Tidur dalam kondisi suci
Tadi telah disebutkan dalam hadits Barra bin Azib radhiallahu
anhu di dalamnya terdapat riwayat bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
“Katika anda mendatangi tempat tidur anda, maka berwudhulah
(seperti) wudhu anda untuk shalat.” (Muttafaq alaihi)
Dari Muaz bin Jabal radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
ما من مسلم يبيت على ذكر طاهراً فيتعارّ من الليل ، فيسأل الله
خيراً من أمر الدنيا والآخرة إلا أعطاه إياه (رواه أبو داود وأحمد ، صحيح
الجامع، رقم 5754)
“Tidaklah seorang muslim bermalam dalam kondisi berzikir dan
suci, kemudian kemudian bangun malam hari, dan dia meminta kepada Allah
kebaikan dari urusan dunia dan akhirat, kecuali (Allah) berikan kepadanya.”
(HR. Abu Daud dan Ahmad. Shahih Al-Jami, no. 5754)
Disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma,
sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
طهّروا هذه الأجساد طهركم الله ، فإنه ليس عبد يبيت طاهراً إلا بات معه في
شعاره ملك ، لا يتقلب ساعة من الليل إلا قال : اللهم اغفر لعبدك ، فإنه بات
طاهراً (رواه الطبراني ، قال المنذري : إسناد جيد ، صحيح الجامع 3831)
“Sucikanlah tubuh ini, semoga Allah mensucikan kalian. Karena
tidaklah seorang hamba bermalam dalam kondisi suci, kecuali bermalam
bersamanya Malaikat di rambutnya. Tidak dia berbolak-berbalik pada malam
itu, kecuali dia mendoakan, “Ya Allah ampunilah hamba-Mu, karena dia
bermalam dalam kondisi suci.” (HR. Thabrani, Al-Munziri berkomentar,
sanadnya Jayyid (bagus), Shahih Al-jami, no. 3831)
7.Tidur lebih awal
Tidur setelah Isya lebih awal merupakan wasiat nabawi serta
kebiasaan bagus dan sehat sebagaimana telah disebutkan keutamaannya dalam
hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiallahu anhu,
“Sesungguhnya Nabi sallallahu alaih wa sallam biasanya lebih
senang mengakhirkan (shalat) Isya, dan beliau biasanya tidak menyukai tidur
sebelumnya dan berbincang-bincang setelahnya.” (HR. Bukhari)
Dikutip dari Al-hafidz Ibnu Hajar dari Al-Qhadi Iyad
ucapannya, “(Ungkapan) “Beliau biasanya tidak suka tidur sebelumnya (shalat
Isya)” Karena hal itu dapat membuatnya kehilangan waktunya secara umum, atau
dari waktu pilihan (karena ketiduran). Adapun “Berbincang-bincang di waktu
malam setelah Isya” dapat membuatnya kehilangan shalat Subuh (akibat
begadang), atau dari waktu pilihan, atau tidak dapat qiyamul lail.”
Ibnu Rafi’ mengatakan, “Biasanya Umar bin Khatab radhiallahu
anhu membunyikan pecutnya setelah pertengahan malam, lalu mengatakan,
“Berdirilah, semoga Allah memberikan karunia untuk (menunaikan) shalat.”
Di antara yang terkait dengan tidur adalah alas tidur yang
tepat. Maksdunya agar tidak terlalu berlebihan dalam hal isi kasurnya dalam
hal kehalusan dan melembutkan. Karena hal itu merupakan satu penyebab banyak
tidur dan melenakan, sehingga membuatnya malas dan keenakan.
Terdapat dalam riwayat hadits Aisyah radhiallahu anha, dia
berkata, “Dahulu bantal Nabi sallallahu alaihi wa sallam yang dibuat tidur
malam terbuat dari kulit (binatang) dan isinya dari dedaunan kering pohon
korma.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, Shahih Al-Jami, no. 4714)
Darai Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, “Sesungguhnya Umar bin
Khatab masuk ke (rumah) Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam sementara
beliau di atas tikar. Terlihat bekas tikar di pinggangnya yang mulia.
Kemudian Umar berkata, “Wahai nabi Allah, bagaimana kalau sekiranya kami
buatkan ranjang yang lebih baik dari ini?” Maka beliau sallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Urusan apa saya dengan dunia. Perumpamaan diriku dengan
dunia adalah seperti pengendara yang berjalan di hari panas, lalu dia
berteduh di bawah pohon sementara waktu siang, kemudian berangkat dan
meninggalkannya.” (HR. Ahamd dan Hakim, Shahih Al-Jami, no. 5545)
Dahulu Ali bin Bakkar rahimahullah, pembantunya menghamparkan
ranjang untuknya. Kemudian beliau mengusapnya dengan tangannya seraya
berkata, “Demi Allah, kamu enak, kamu dingin, Demi Allah aku tidak akan
melewati malamku di atasmu. Kemudian berdiri dan menunaikan shalat hingga
Fajar.”
Di antaranya juga, tidak berlebih-lebihan dalam tidur dengan
nyenyak (hingga tidak shalat). Ibrahim bin Adham berkata, “Kalau anda waktu
malam dalam kondisi tidur, waktu siang dalam kondisi bingung, dan senantiasa
dalam kemaksiatan. Bagaimana anda dapat membuat ridha dengan Dzat yang
selalu mengatur urusan anda?”
Menjaga zikir syar’i sebelu tidur. Karena zikir ini tameng
yang sangat kuat menjaga dari setan dengan izin Allah serta dapat membantu
untuk bangun.
Diantara zikir-zikir ini adalah, apa yang telah ada ketetapan
dari hadits Abu hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu
alaihi wa sallam bersabda:
إذا أوى أحدكم إلى فراشه فليفضه بداخلة إزاره ، فإنه لا يدري ما
خلّفه عليه ، ثم ليضطجع على شقه الأيمن ، ثم ليقل باسمك ربي وضعت جنبي وبك
أرفعه إن أمسكت نفسي فارحمها وإن أرسلتها فاحفظها بما تحفظ به عبادك الصالحين
(متفق عليه)
“Jika di antara kalian hendak tidur, maka hendaknya dia
mengibas-ngibas sarungnya, karena dia tidak tahu apa yang ada dibaliknya.
Kemudian hendaknya dia berbaring di sisi kanan, lalu berdoa dengan
mengucapkan, “Dengan nama-Mu wahai Tuhanku, aku meletakkan pinggangku. Dan
dengan-Mu aku mengangkatnya. Kalau Engkau tahan jiwaku (matikan), maka
kasihilah. Kalau Engkau lepas (biarkan hidup), maka jagalah sebagaimana
Engkau menjaga hamba-Mu yang shaleh.” (HR. muttafaq alaih)
Dan dari Aisyah radhiallahu anha sesungguhya Nabi sallallahu
alaihi wa sallam biasanya ketika hendak tidur setiap malam, merapatkan kedua
tangannya kemudan meniupnya sambil membaca:
(قل هو الله أحد)
dan
(قل أعوذ برب الفلق)
dan
(قل أعوذ برب الناس)
Kemudian beliau mengusap tubuhnya sedapatnya, dimulai dari
wajah hingga depan tubuhnya. Beliau melakukan hal itu tiga kali.” (HR.
Muttafaq alaihi)
Dari Abu Mas ud radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu
alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca dua ayat di akhir surat
Al-Baqarah pada malam hari, maka keduanya akan melindunginya.” (Muttafaq
alaih)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam biasanya apabila hendak tidur, membaca:
“Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi makan dan
minuman kepada kami. Dan telah mencukupinya. Berapa banyak orang yang tidak
cukup dan dan tidak mendapatkan tempat tinggal.” (HR. Muslim)
Dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu dan kisah setan
yang menasehatinya sambil mengatakan, “Jika engkau hendak ke pembaringan,
maka bacalah Ayat Kursi, hingga selesai. Maka sungguh engkau anda akan
senantiasa mendapatkan perlindungan dari Allah dan setan tidak akan
mendekatimu higga pagi. Kemudian Abu Hurairah menceritakan hal itu kepada
Nabi sallallahu alaihi wa sallam, dan beliau mengatakan kepadanya, “Dia
(kali ini) benar kepadamu, padahal dia (biasanya) pembohong.” (HR. Muttafa
alaihi)
Dari Ali bin Abu Thalib radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada putrinya Fatimah radhiallahu
anha ketika beliau mendatangi (ayahnya) untuk meminta pembantu. Beliau
mengatakan kepadanya dan kepada Ali, “Apakah anda berdua mau aku tunjukkan
yang lebih baik untuk kalian berdua dibandingkan seorang pembantu? Ketika
kalian berdua menuju ke pembaringan, maka bertasbihlah tigapuluh tiga,
bertahmid tigapuluh tiga, dan bertakbir tigapuluh empat. Karena hal itu
lebih baik bagi kalian berdua dibandingkan seorang pembantu.” (HR. Muttafaq
alaih)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah surat Al-Kafirun ketika anda
akan hendak tidur. Karena ia dapat meniadakan kesyirikan.” (HR. Baihaqi,
Shahih Al-Jami, no. 1172)
Dari Hafshah radhiallahu anha sesungguhnya Nabi sallallahu
alaihi wa sallam, bahwa ketika beliau berada di pembaringannya, biasanya
beliau menjadikan tangan kanannya di bawah pipi kanannya dan berdoa, “Wahai
Tuhanku, jagalah diriku dari siksa-Mu, di hari hamba-hamba-Mu dibangkitkan.”
(HR. Abu Daud, Shahih Al-Jami, no. 4532)
Dari Barra bin Azib radhiallahu anhuma sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau hendak ke tempat
pembaringanmu r anda, maka berwudhulah (seperti) wudhu untuk shalat.
Kemudian berbaringlah pada sisi kanan dan bacalah doa:
اللهم أسلمت نفسي إليك ، ووجهت وجهي إليك ، وفوضت أمري إليك ،
وألجأت ظهري إليك ، رغبة ورهبة إليك ، لا ملجأ ولا منجا منك إلا إليك ، آمنت
بكتابك الذي أنزلت ، وبنبيك الذي أرسلت
“Ya Allah, aku serahkan jiwaku kepada-Mu. Aku arahkan wajahku
kepada-Mu. Aku serahkan sepenuhnya urusanku kepada-Mu. Aku arahkan
punggungku kepada-Mu dengan penuh harap dan takut kepada-Mu. Tidak ada
tempat kembali dan tempat keselamatan kecuali hanya dari-Mu. Aku telah
beriman dengan kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan dengan Nabimu yang
telah Anda utus.”
Kalau engkau meninggal, maka engkau meninggal dalam kondisi
fitrah (suci). Dan jadikanlah ia kata terakhir yang engkau ucapkan.”
(Muttafaq alaih)
Begitu juga seeorang muslim hendaknya menjaga zikir syar’i
ketika bangun dari tidur. Di antaranya adalah apa yang telah ada ketetapan
dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu
alaiih wa sallam bersabda: “Jika salah dari kalian bangun dari tidur,
hendaknya dia membaca,
“Segala puji hanya milik Allah yang
telah mengembalikan ruhku, dan menyehatkan badanku. Dan dizinkah untukku
mengingat-Nya.” (HR. Tirmizi dan Nasa’i, shahih Al-Jami, no. 326)
Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa terbangun di malam hari
lalu membaca,
لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على
كل شيء قدير ، الحمد لله ، سبحان الله ، ولا إله إلا الله ، والله أكبر ، ولا
حول ولا قوة إلا بالله
“‘Tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah saja dan
tidak dipersekutukan-Nya. Baginya seluruh kerajaan dan seluruh pujian. Dan
Dia mampu terhadap segala sesuatu. Segala pujian hanya milik Allah, dan maha
suci Allah. Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar. Tiada
kekuatan dan daya melainkan Allah.”
Kemudian dia berkata, Allahummagfirlii (Ya Allah
ampunilah aku), atau berdoa, maka dia akan dikabulkannya. Kalau dia berwudhu
dan menunaikan shalat, maka shalatnya akan diterima.” (HR. Bukhari)
Imam Ibnu Bathal mengatakan, “Allah telah menjanjikan lewat
lisan Nabi-Nya sallallahu alahi wa sallam bahwa orang yang bangun dari
tidurnya, mengucapkan ketauhidan kepada Tuhannya, mengakui kerajaan
bagi-Nya. Mengakui akan kenikmatan dengan menyanjung-Nya. Membersihkan dari
apa yang tidak layak bagi-Nya dengan bertasbih, merendahkan diri dengan
bertakbir. Menyerahkan akan kelemahan dari kemampuan kecuali dengan
bantuan-Nya. Kalau dia berdoa akan dikabulkan. Kalau menunaikan shalat akan
diterima shalatnya. Maka hendaknya bagi orang yang telah mendapatkan hadits
ini, berusaha menyempatkan untuk mengamalkannya. Dengan mengikhlaskan
niatannya hanya untuk Tuhannya Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Barra bin Azib radhiallahu anhu, dia berkata, biasanya
Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika bangun tidur berdoa:
“Segala puji hanya milik Allah yang telah menghidupkan kami
setelah kami dimatikan dan kepada-Nya akan dikumpulkan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam biasanya ketika bangun malam, mengusap (bekas)
tidur dari wajahnya dengan tangannya. Kemudian melihat ke langit dan membaca
sepuluh ayat terakhir di surat Ali Imran, yaitu ayat:
( إن في خلق السماوات والأرض …) (HR. Muslim)
Imam Nawawi mengomentari, “Di dalamnya ada anjuran untuk
mengusap bekas tidur dari wajah. Dan anjuran membaca ayat-ayat ini ketika
bangun tidur.
8.Membiasakan tidur sejenak waktu
siang hari. Boleh sebelum atau setelah zuhur. Dari Anas radhiallahu anhu
sesungguhnya Nabi sallallahu a’laihi wa sallam bersabda:
قيلوا فإن الشياطين لا تقيل (رواه الطبراني ، الصحيحة 2647)
“Tidurlah sebentara (siang hari) karena syetan itu tidak
tidur sebentar (waktu siang).” (HR. Thabrani, As-Shahihah, 2647)
Ishaq bin Abdullah berkata, “Orang yang tidur sejenak (waktu
siang) termasuk kebiasaan orang baik. Ia dapat membuka hati dan mendatangkan
kekuatan untuk qiyamul lail.”
Hasan Al-Basyri pernah melewati pasar di siang hari dan
melihat hiruk pikuk mereka. Beliau bertanya, “Apakah mereka tidak tidur
sebentar (waktu siang).” Dikatakan kepada beliau,”Tidak.” Maka beliau
mengomentari, “Sesungguhnya saya melihat malam mereka adalah malam yang
buruk.”
9.Menjauhi banyak makan dan
minum. Karena mengkonsumsi banyak keduanya merupakan kendala terbesar yang
memalingkan seseorang dari qiyamul lail. Dan menjadi halangan baginya
(menunaikan qiyamul lail). Sebagaimana yang telah ada dalam hadits Al-Miqdam
bin Makdi karb radhialahu anhu sesunggunya Nabi sallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
ما ملأ آدمي وعاءاً شراً من بطنه ، حسْب ابن آدم لقيمات يقمن
صلبه ، فإن كان لا محالة فثلث لطعامه ، وثلث لشرابه ، وثلث لنفسه (رواه
الترمذي وابن ماجه ، صحيح الجامع 5674)
“Tidak ada wadah yang lebih buruk untuk dipenuh olah Bani
Adam selain perutnya. Cukup seseorang menyantap beberapa suapan yang dapat
menguatkan punggungnya. jika tidak bisa, maka sepertiga untuk makan,
sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk nafasnya.”(HR. Tirmizi dan Ibnu
Majah, Shahih Al-Jami, no. 5674)
Dan dari Abu Juhaifah radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu alaihi wa sallam berkata kepada seseorang bersendawa di
majelisnya, “Perpendek sendawa anda. Karena sesunggunya orang yang paling
kenyang di dunia, adalah orang yang paling lapar di akhirat.” (HR. Hakim,
Shahih Al-Jami, no. 1190)
Sofyan At-Tsauri mengatakan, “Hendaknya anda sedikitkan
makan. Maka anda akan mendapatkan qiyamul lail.”
Ma’qal bin Habib ketika melihat suatu kaum yang banyak makan,
berkomentar, “Kami melihat teman-teman kami tidak ingin melaksanakan qiyamul
lail.”
Wahb bin Munabbih mengatakan, “Tidak ada dari kalangan Bani
Adam yang lebih disenangi oleh setan, selain mereka yang banyak makan dan
sering tidur.”
10. Berusaha keras pada diri untuk
menunaikan qiyam lail. Ini termasuk faktor pembantu terbesar untuk dapat
qiyamul lail. Karena jiwa manusia, tabiatnya adalah mengarah dan condong
kepada keburukan dan kemungkaran. Barangsiapa yang menuruti ajakannya, maka
akan menuntunya pada kebinasaan. Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada
kita untuk berusaha keras dalam firman-Nya, “Dan berusaha keraslah menuju
Allah dengan sebenar-benar jihad.”
Firman Allah Ta’ala, “Dan orang-orang yang berusaha keras
menuju Kami, maka Kami akan tunjukkan jalan menuju jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah bersama orang-orang muhsin.”
Allah Ta’ala berfirman, “Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya
dengan penuh rasa takut dan harap.”
Dari Fudholah bin Ubaid radhiallahu anhu
sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mujahid
adalah orang yang berusaha keras pada dirinya menuju Allah.” (HR. Tirmizi
dan Ibnu Hibban, As-Shahih, no. 549).
Dalam hadits Uqbah bin Amir radhiallahu
anhu sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
الرجل من أمتي يقوم من الليل يعالج
نفسه إلى الطهور وعليه عُقَد ، فإذا وضأ يديه انحلت عقدة ، وإذا وضأ وجهه انحلت
عقدة ، وإذا مسح رأسه انحلت عقدة ، وإذا وضأ رجليه انحلت عقدة ، فيقول الله عز
وجل للذين من وراء الحجاب : انظروا إلى عبدي هذا يعالج نفسه ، ويسألني ، ما
سألني عبدي فهو له (رواه أحمد وابن حبان ، صحيح الترغيب، رقم 627)
“Seseorang dari umatku berdiri menunaikan shalat malam. Dia
berupaya mengatasi dirinya untuk bersuci dan padanya terdapat beberapa
ikatan. Ketika membasuh tangannya, terlepas satu ikatan. Ketika membasuh
wajahnya, terlepas satu ikatan. Ketika mengusap kepalanya, terlepas satu
ikatan. Ketika membasuh kedua kakinya, terlepas satu ikatan. Allah Azza Wa
Jalla berfirman kepada orang yang di belakang hijab, ”Lihatlah hamba-Ku, dia
mengatasi dirinya dan meminta kepada-Ku. Apa yang diminta oleh hamba-Ku maka
baginya sesuai yang diminta.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Shahih At-Targib, no.
627)
Muhammad bin Munkadir mengatakan, “Aku berusaha keras
mengatasi diriku selama empat puluh tahun, sampai aku dapat konsisten.”
Tsabit Al-Bannani mengatakan, “Aku berjuang keras mengatasi
diriku untuk qiyamul lail selama dua puluh tahun. Dan aku baru dapat
menikmatinya selama dua puluh tahun.”
Umar bin Abdul Aziz mengatakan,”Sebaik-baik amalan adalah apa
yang tidak disukai oleh jiwa.”
Abdullah bin Mubarok mengatakan, “Sesungguhnya orang-orang
sholeh terdahulu itu membiasakan diri terhadap kebaikan. Sementara jiwa-jiwa
kita hampir tidak dapat membiasakan (diri dalam kebaikan) kecuali dengan
dipaksa. Maka selayaknya kita paksakan.”
Qotadah mengatakan, “Wahai Bani Adam, jika engkau tidak ingin
melakukan kebaikan kecuali dengan kesungguhnya, maka ketahuilah, jiwa anda
condong bosan, malas dan jenuh. Akan tetapi orang mukmin itu dapat
menanggung beban.”
11. Menjauhi dosa dan kemaksiatan.
Kalau seorang muslim ingin mendapatkan kemuliaan bermunajat kepa Allah
Ta’ala dan merasakan ketenangan dalam bezikir di kegelapan malam, maka
hindarilah perbuatan dosa. Karena orang yang tercemar dengan kemaksiatan
tidak akan mendapatkan taufiq untuk menunaikan qiyamul lail.
Seseorang bertanya kepada Ibrahin bin Adham, “Sesungguhnya
saya tidak mampu menunaikan qiyamul lail, tolong saya diberikan obatnya?”
Beliau menjawab, ”Jangan berbuat maksiat waktu siang hari, maka Dia akan
membangungkan anda waktu malam hari. Karena berdirinya anda di hadapan-Nya
waktu malam, termasuk kemuliaan yang agung. Sementara kemaksiatan tidak
layak mendapatkan kemuliaan itu.”
Seseorang bertanya kepada Hasan Al-Basri, “Wahai Abu Said,
saya tidur dalam kondisi sehat. ingin menunaikan qiyamul lail saya telah
persiapkan untuk bersuci, kenapa saya tidak dapat bangun?” Hasan menjawab,
“Dosa-dosa anda yang mengikat anda.” Beliau rahimahullah kemudian berkata,
“Sesungguhnya apabila seorang hamba melakukan suatu dosa, maka dia akan
terhalang melakukan qiyamul lail dan puasa di siang hari.”
Fudhail bin Iyad mengatakan,”Kalau anda tidak mampu melakukan
qiyamul lail dan puasa di siang hari. Ketahuilah anda terhalangi dan
terikat. Ikatan anda adalah dosa anda.”
12. Muhasabah (intropeksi diri)
dan mengecam diri karena meninggalkan qiyam.
Intropeksi diri merupakan syiar orang saleh dan ciri orang
jujur.
Allah Ta’ala berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Ibnu Qoyyim mengatakan, “Kalau seorang
hamba akan ditanya dan dihisab segala sesuatu sampai pada pendengaran,
penglihatan dan hatinya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya
pendengaran, penglihatn dan hari. Semuanya itu akan ditanyakan.” Maka
seseorang lebih berhak untuk mengintropeksi diri sebelum di pertanggung
jawabkan dalam hisab.
Qiyamul lail adalah bentuk ibadah yang mana
hati berhubungan dengan Allah Ta’la dan mampu dapat mengalahkan godaan dunia
fana. Dan berusaha keras di waktu suara tenang, mata tertidur dan
orang-orang tidur berbolak-balik di atas ranjang. Oleh karena itu, qiyamul
lail termasuk barometer keinginan kuat yang jujur, dan ciri jiwa besar.
Allah telah menyanjung dan membedakan dengan orang lain dalam firman-Nya:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا
يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا
الْأَلْبَابِ (سورة الزمر)
“(Apakah kamu hai
orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS.
Az-Zumar: 9)
Dan qiyamul lail hukunya sunnah muakad, Nabi sallallahu
alaihi wa sallam sangat menganjurkan untuk menunaikannya dalam sabdanya:
عليكم بقيام الليل فإنه دأب الصالحين قبلكم ، ومقربة إلى ربكم ،
ومكفرة للسيئات ، ومنهاة عن الإثم مطردة للداء عن الجسد (رواه الترمذي وأحمد)
“Hendaknya anda semua (menunaikan) qiyamul lail, karena ia
merupakan kebiasaan orang-orang sholeh sebelum kamu. Dapat mendekatkan diri
kepada Tuhanmu, pelebur kejelekan, tameng dari berbuat dosa, serta dapat
menolak penyakit dari tubuh.” (HR. Tirmizi dan Ahmad)
Dalam hadits dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam
sesungguhnya beliau bersabda: “Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib
adalah qiyamul lail.” Dan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam telah menjaga
qiyamul lail. Beliau tidak pernah meninggalkan, baik waktu safar maupun
bermukim. Beliau sallallahu alaihi wa sallam berdiri menunaikan (shalat).
Beliau, Anak Bani Adam yang telah diampunni dosanya yang lalu maupun
berikutnya, sampai kakinya bengkak. Ketika dikatakan hal itu kepada beliau,
maka beliau berkomentar, “Apakah saya tidak boleh menjadi hamba yang
(pandai) bersyukur.” (HR. Muttafaq alaihi)
Begitu juga kondisi para salaf yang mulia semoga Allah
merohmati semuanya.
Abu Darda radhiallahu anhu mengatakan, “Shalatlah dua rakaat
di tengah malam untuk kegelapan di kubur.”
Ahmad bin Harb mengatakan, “Saya heran kepada orang yang
telah mengetahui surga dihiasi di atasnya, sementara api neraka dinyalakan
di bawahnya. Bagaimana dia data tidur diantara keduanya.”
Biasanyanya Umar bin Zar ketika melihat waktu malam telah
tiba beliau mengatakan, “Telah datang waktu malam. Malam itu menakutkan,
tapi Allah lebih berhak untuk ditakuti.”
Oleh karena itu Fudhoil bin Iyad mengatakan, “Saya
mendapatkan suatu kaum yang merasa malu kepada Allah di gelapnya malam
panjangnya panjangnya berbaring. Dia berbaring pada satu sisi, ketika
bergerak dia mengatakan, ‘Ini bukan bagian anda, maka bangunlah, dan ambil
bagian anda di akhirat.’
Hasan berkata, ”Saya tidak mengetahui suatu amalan yang
sangat membutuhkan perjuangan dibanding dengan malam hari dan menafkahkan
harta. Ketika ditanya kepadanya, “Kenapa orang yang sering melakukan tahajud
wajahnya sangat bagus?” Beliau menjawab, “Karena mereka menyendiri dengan
Ar-Rahman, maka Allah kenakan padanya cahaya dari cahaya-Nya.”
Dahulu para wanita salaf menunaikan tahajud dengan qiyamul
lail, begadang untuk melakukan ketaatan. Dimanakah para wanita sekarang ini
dari amalan nan agung tersebut?
Urwah bin Zubair mengatakan, “Saya mendatangi Aisyah
radhiallahu anha suatu hari untuk memberikan salam kepadanya, maka saya
dapatkan beliau shalat dan membaca Firman Allah Ta’ala
( فمن الله علينا ووقانا عذاب السموم )diulang-ulangi sambil menangis. Maka aku
menunggunya, ketika merasa lama menunggu, aku pergi ke pasar untuk suatu
keperluan kemudian aku kembali lagi ke Aisyah, ternyata keadaannya tetap
seperti semula, mengulang-ulang ayat ini dalam shalatnya dan menangis.”
Dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu sesungguhnya
Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Jibril mengatakan kepadaku.
Kembalilah (rujuk) kepada Hafshah karena beliau sering berpuasa dan shalat.”
(HR. Hakim, Shahih Al-Jami; no. 4227)
Muadzah Al-Adawiyah dari kalangan tabiin yang sholehah waktu
malam pengantin barunya menunaikan shalat bersama suaminya Shilah bin Usyaim
sampai fajar. Ketika suami dan anaknya terbunuh di medan peperangan, beliau
menghidupkan seluruh malam dengan shalat dan beribadah dan merendahkan diri
(dihadapan Allah) dan tidur waktu siang. Ketika beliau mengantuk dalam
shalat malamnya, dia mengatakan kepada dirinya, “Wahai jiwa, (waktu) tidur
ada di depan anda.
Dahulu Habibah Al-Adawiyah ketika selesai shalat Isya,
berdiri di atas atap rumahnya, beliau kenakan pakaian dan kerudungnya,
kemudian berkata, “Wahai Tuhanku, bintang telah muncul, mata telah tidur,
para raja telah menutup pintunya. Sementara pintu-Mu tetap terbuka. Dan
masing-masing kekasih menyendiri dengan kekasihnya. Inilah aku berada di
hadapan-Mu. Kemudian memulai dengan shalat dan munajat kepada Tuhannya
sampai akhir malam. Ketika telah datang akhir malam, dia berkata, “Ya Allah,
malam telah berlalu, dan siang akan datang. Duhai, apakah ibadah malamku
diterima sehingga aku memberikan ucapan selamat, atau ditolak sehingga
memberikan ucapan belasungkawa.”
Umrah istri habib Al-Ajmi menunaikan shalat qiyamul lail
suatu malam, sementara suaminya tertidur. Ketika telah mendekati akhir
malam, suaminya masih tidur, beliau bangunkan dan mengatakan
kepadanya,”Bangunlah wahai tuanku, malam telah lewat, dan siang telah
datang. Di hadapanmu ada jalan panajang sementara bekal hanya sedikit.
Kafilah orang-orang saleh telah berjalan di depan kita sementara kita tetap
berdiam diri.”
Kami memohon kepada Allah agar membantu kita dalam
mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan beribadah dengan baik. Semoga Allah
memberikan shalawat kepada Nabi kita Muhammad.